Bupati Nina Agustina Dukung Langkah Tegas Polisi Dalam Tangani Sengketa Lahan Tebu, dan Aksi Premanisme Dinilai Ganggu Iklim Investasi
![]() |
foto : ist |
INDRAMAYU - Langkah tegas Polres Indramayu dan Kodim 0616 serta Brimob Polda Jabar dalam penanganan sengketa lahan tebu berujung kematian dua petani tebu, mendapat sorotan tajam Bupati Indramayu, Nina Agustina.
Nina menyatakan, sikap tegas aparat itu dinilai tepat. Pasalnya, sengketa lahan yang diselesaikan dengan cara kekerasan tidak hanya merugikan petani namun akan ikut mengganggu iklim investasi daerah.
Ia menilai, keberadaan petani seharusnya dilindungi bukan dijadikan obyek untuk kepentingan kelompok tertentu. Oleh karenanya, Nina berharap, aksi premanisme yang berkedok 'melindungi petani' tidak terjadi lagi di Kabupaten Indramayu.
"Kasihan petani kita, seharusnya jangan diseret ke pusaran konflik kepentingan kelompok. Secara pribadi, saya prihatin dan menyampaikan terima kasih kepada polres dan kodim jajaran atas tindakan tegas ini," tukas Nina, Senin 4 Oktober 2021.
Jauh sebelum peristiwa pembantaian dua orang petani tebu, Nina sebenarnya telah menyampaikan kepada pihak-pihak yang berseteru agar menahan diri.
Hal itu ditegaskan Nina sebagai bagian dari upaya pemerintah daerah dalam menjaga iklim investasi yang aman dan nyaman.
"Investasi itu sensitif, kasus-kasus seperti ini tentu akan membuat investor berhitung soal kenyamanan dan keamanan," ujar dia.
Oleh karena itu, Nina menjamin setiap bentuk kekerasan dan pelanggaran hukum yang berimplikasi terhadap gangguan iklim investasi, akan diberangus dari Indramayu.
"Saya pikir di daerah manapun, atau dibelahan dunia manapun, tidak akan pernah membiarkan bentuk kekerasan. Saya menjamin, situasi di Indramayu aman dan nyaman untuk berinvestasi," tegas Nina
Seperti yang diberitakan media massa, pada hari senin (4/10/2021) sekitar pukul 11.00 di kawasan lahan tebu PG Jatitujuh, perbatasan Indramayu-Majalengka, tepatnya di Desa Sukamulya, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, terjadi bentrok massa dari kalangan kelompok petani. Bentrok fisik antara kelompok tani itu tak lepas dari persoalan lahan garapan.
Akibat bentrok massa tersebut, ada dua warga Majalengka yang meninggal dunia, masing-masing Suenda alias Buyut asal Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh dan Yaya asal Desa Jatiraga, Kecamatan Jatitujuh. Keduanya mengalami luka serius hingga meninggal dunia.