DARI KONFERWIL NU JABAR KE MUKTAMAR NU LAMPUNG 2021.
Oleh : Adlan Daie
Analis politik/ Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat.
Keputusan Konbes NU akhir September 2021 yang lalu bahwa Muktamar NU ke 34 akan digelar pada tanggal 23 - 25 Desember 2021 di Lampung Sumatera adalah variabel baru yang rumit untuk tidak dikaitkan dengan peta kontestasi.kandidat ketua PWNU Jabar yang akan digelar dua bulan sebelumnya, yakni tanggal 30 Oktober 2021. Faksi faksi "politik" di level PBNU dan kekuatan politik eksternal pastilah ""ikut bermain" untuk mempengaruhi hasil konferwil NU Jabar sebagai rangkaian "investasi politik" menuju Muktamar Lampung.
Sebuah artikel pendek dan tajam berjudul "Perebutan Ketum PKB dimulai dari perebutan ketum PBNU" yang beredar masif di media sosial lingkungan NU dengan konstruksi pembenturan persaingan kandidat antara KH. Said Aqil Siradj yang dipetakan didukung PKB, PMII dan Muslimat NU "head to head" dengan KH. Yahya Chalil Staquf (Gus Yahya) yang dikonstruksi didukung jaringan Kementerian Agama, GP. Ansor dan kekuatan politik "non PKB" mulai coba mempengaruhi opini pemetaan kandidat ketua PWNU Jabar dan afiliasi jaringan politiknya ke atas
Meskipun belum tentu benar asumsi pembelahan politik dalam skenario Muktamar NU Lampung di atas tapi inilah fakta kerumitan "event politik" internal NU yang sulit dibaca "orang luar". Dalam hal ini NU memang memiliki kemampuan imajinasi politik untuk merumit rumitkan persoalan politik yang sederhana dan sebaliknya mudah menyederhanakan persoalan politik yang rumit. Inilah yang disebut pengamat politik Burhanudin Muhtadi "kekecualian politik" NU yang tidak mudah dibaca bahkan oleh pengurus NU sendiri.
Terlepas dari dinamika politik di atas penulis tentu berharap setinggi apapun tensi persaingan antar kandidat ketua PWNU Jabar misalnya dengan variabel skenario pembelahan kontestasi Muktamar NU Lampung di atas harus dijauhkan secara bersama sama dari praktek politik "menghalalkan segala cara" yang mengingkari tujuan berkhidmat kepada NU. Ambisi personal atas nama "trah" merasa paling NU, primordialisme dan "kekastaan NU" lainnya tidak boleh merusak "Akhlak NU" yang "tawashut wal i'tidal" moderat dan berkeadilan.
Maka letakkanlah persaingan antar kandidat ketua PWNU Jabar dalam konteks "Liabluakum ayyukum ahsanu alama", proses seleksi untuk mencari siapa yang terbaik di antara kader NU dengan segala "plus minus" nya masing masing. Dijauhkan dari cara saling menjatuhkan martabat, menyebar hoax, ujaran kebencian dan intimidatif. Kaidah NU hendaknya menjadi pegangan kita bahwa "Lil Wasail hukmul maqasid", memperjuangkan tercapainya suatu tujuan yang baik harus dilakukan dalam proses proses yang baik pula. Inilah komintmen "Akhlak NU" kita.
Mari kita letakkan konferwil NU Jabar dalam kesadaran bersama bahwa para kandidat.Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah adalah kader kader terbaik NU Jabar. Siapa pun kelak mereka.yang terpilih harus didukung bersama untuk memantapkan NU sebagai jangkar pertahanan terakhir "politik kebangsaan" di Jabar. Provinsi yang berdasarkan sejumlah survey menjadi lahan paling subur tumbuhnya radikalisme agama dan intoleransi. Tidak memadai lagi hanya direspons dengan bernyanyi "ya lal wathon" dan teriak teriak "NKRI harga mati".
Wassalam ! (*)