News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

REFLEKSI HARI SANTRI DAN ASESORIS BANGSA

REFLEKSI HARI SANTRI DAN ASESORIS BANGSA

 


Oleh : RONA DIANA, SH


SNOUCK HOURGRANJE, Seorang orientalis yang diutus kerajaan Belanda untuk meneliti peran umat Islam Indonesia dimasa kolonialisme menyimpulkan bahwa satu – satu nya cara untuk memadamkan perlawanan umat Islam terhadap hegemoni kepentingan Belanda pada saat itu yaitu dengan menjauhkan umat dengan ajarannya, secara kuantitas biarkan Islam sebagai agama tetap ada tapi secara kualitas jauhkan umatnya dari doktrin Ajaran Islam. 



Dikotomi (pemisahan) ajaran Islam dengan perkara duniawi terutama yang menyangkut Politik (siyasah) menurut SNOUCK HOURGRANJE sangat efektif untuk membendung perlawananan umat Islam yang berjuang berdasarkan prinsip – prinsip agama (Jihad), hampir diseluruh peristiwa yang berhadapan langsung dengan Umat Islam seperti Penaklukan Sunda Kelapa, Perang Atjeh, Perang Djawa, Perang Kedongdong, pembrontakan petani Banten, Perjuangan KH. Zainal Mustofa, sampai dengan Fatwa Resolusi Jihad NU 1945  dapat diketahui bahwa perlawanan tersebut tidak lepas dari sosok ulama kharismatik yang mampu menggalang kekuatan dahsyat melawan Penjajah yang jauh lebih baik dari segi  personil maupun persenjataan, namun selalu kewalahan dan mengalami kerugian besar kalau tidak mau dikatakan kalah. 



Ulama, santri dan Pondok Pesantren menjadi basis utama perjuangan laskar dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, idiom – idiom yang digunakan untuk memantik semangat juang rakyat dikobarkan dengan lantang melalui teriakan Takbir ala Bung Tomo, Teriakan MERDEKA ATAU MATI disadur dari inti sari doktrin Jihad Islam yaitu HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID. Puncak perjuangan umat Islam Indonesia terjadi pada Tanggal 22 Oktober 1945  saat itu KH. Hasyim Asyhari  mengeluarkan Fatwa Resolusi Jihad Fi Sabililillah yang  merupakan bentuk seruan perlawanan semesta untuk berjihad melawan Kedzaliman Sekutu. Resolusi Jihad merupakan suatu kewajiban (fardu ain) sebagai  ibadah tertinggi bagi umat Islam yang jika gugur makai ia syahid berjuang dijalan Allah dan jika meraih kemenangan maka akan meraih kehidupan mulia. 



Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) DKI Jakarta, Mundiharno, mengatakan bahwa fatwa dan resolusi jihad NU tersebut menunjukkan hubungan antara agama dengan nasionalisme, kontekstualiasi jihad membela negara, menunjukkan peran kiai dan santri, kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan, Republik Indonesia wajib dipertahankan dengan mengorbankan harta dan jiwa, serta jihad merupakan fardu 'ain yang berada dalam radius 45 kilometer dan yang diluar radius tersebut wajib membantu saudara-saudara yang berada di dalam radius 45 kilometer.



Oktober ini bulannya umat Islam Indonesia, selain menjelang diperingatinya hari santri tanggal 22 0ktober,  juga diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila dimana dalam sejarahnya jelas umat Islam memegang peranan penting bagi keberlangsungan ideologi negara Pancasila bagi bangsa ini.



Dalam pasang surut politik Islam pasca dicoretnya 7 (tujuh) kata dalam piagam Jakarta berlanjut dengan peristiwa dibubarkannya Masyumi diera orde lama kemudian pada jaman pak Harto rezim yang menamakan diri ORDE BARU kebebasan kita diberangus atas nama subversi dan asas tunggal. Diujung kekuasaannya saat ‘’kemesraan’’ orde baru dengan umat Islam mulai nampak dengan mengakomodir kepentingan umat Islam ditandai berdirinya BANK SYARIAH MUAMALAT, ICMI, ABRI yang diisi Perwira dan Jendral Muslim ‘’Ijo royo – royo’’, tiba – tiba tsunami moneter datang menerjang menumbangkan Rezim orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. 



Kondisi politik Umat Islam dimasa Reformasi ‘’orde paling baru’’ diawal suksesi kepemimpinan melalui Kekuatan Poros Tengahnya mampu membuktikan bahwa kekuatan Ukhuwah Islamiyah (NU – Muhamadiyah) berhasil mengusung KH. Abdurahman Wahid sebagai RI 1. Setelah masa keemasan itu kita hanya mampu menjadi penonton adegan hingar bingar politik yang didominasi kekuatan SEKULER, umat Islam  seperti hamba dinegeri sendiri, euphoria jasa pendahulu untuk negeri seakan hanya onggokan arsip yang sama sekali tak berkorelasi pada kepentingan dan kemaslahatan umat. Kaum santri dengan para tokohnya hanya sekedar assesoris bagi kepentingan kelompok lain.



JAS MERAH (Jangan Sampai Melupakan Sejarah) pesan Bung Karno bahwasannya janganlah kita lupa terhadap sejarah bangsanya sendiri, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang ‘’melek’’ akan sejarahnya. Melalui Refleksi Hari Santri mari kita jadikan sebagai momentum Muhasabah bangkit Bersama, SEMOGA UMAT ISLAM dengan beragam potensi yang dimiliki segera mungkin untuk bangun dari tidur panjangnya, tak lagi menjadi komoditas politik pendorong mobil mogok ( mendukung serta mencalonkan tokoh tertentu setelah perhelatan usai lantas umat ditinggalkan ), agar umat  kembali menyalakan Api Ghirah Jihad menjemput Izzatul Islam wal Muslimin  menuju Indonesia yang baldattun thoyibatun warobbun ghafur .


Wallahua’lam Bishawaab. (*)


Penulis adalah Penikmat Kopi Hitam & Advokat Pada Kantor Hukum H. MAHPUDIN, SH.,MM.,M.Kn., & Associaties.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.