News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

NINA, SYAEFUDIN, LUCKY HAKIM DAN PKB.

NINA, SYAEFUDIN, LUCKY HAKIM DAN PKB.

 


Oleh. : H. Adlan Daie

Pemerhati politik dan sosial.keagamaan.


Bahilo Nina bupati Indramayu dengan tagline penuh percaya diri "BUPATI DUA PERIODE" yang beredar di media sosial dalam bentuk vidio menggugah penulis untuk menulis tulisan singkat ini dengan judul di atas meskipun pilkada Indramayu masih jauh, digelar pada bulan November 2024. Lebih menarik lagi latar background baliho Nina itu sepintas terlihat gedung bercat hijau, gedung Dakwah PCNU Indramayu. Wow dahsyatnya tentu "sexi" varian tafsir politiknya.

Dari segi "probalitias" politik tiga nama dalam judul tulisan di atas relatif masuk radar kontestasi pilkada Indramayu 2024. 

Pertama, Nina adalah bupati yang sedang menjabat, masuk akal  mendapat  prioritas  dicalonkan kembali oleh PDIP dan kongsi koalisinya . Kedua, H Syaefudin, ketua partai Golkar. partai terbesar di Indramayu. Minimal tiket pencalonan relatif  "possible hand", sudah di tangan. Ketiga, Lucky Hakim, wakil bupati Indramayu dalam sejumlah data survey memiliki magnit "good looking", yakni pesona secara elektoral tinggi. Dia terlatih di sinetron dalam posisi "terdlolimi. Makin terdlolimi makin dinikmatinya.

Dalam konstruksi tiga nama kandidat di atas, jalan politik Nina terpilih kembali seperti pesan tagline "BUPATI DUA PERIODE" di atas tidak mudah disederhanakan melalui jalan "birokratisasi politik". H. Syaefudin bukan politisi "kaleng kaleng". Ia memiliki jaringan kaki kaki politik secara merata dan kuat. Lucky Hakim sebaliknya. Relatif lemah struktural kaki kaki.politiknya tapi paling "moncer" pesona elektoral politiknya. Ketiga nya memiliki peluang sama untuk terpilih dalam kontestasi pilkada Indramayu 2024 di antara peluang dan tantangan yang dihadapi mereka.

PKB sebagai "party id" dengan basis massa ideologis menjadi "kunci" di antara perimbangan peluang tiga kandidat di atas. Pasalnya meskipun peta pemilih indramayu berdasarkan survey (2020) mayoritas  relatif "independen" dibanding "injeksi" pengaruh tokoh atau "birokratisasi politik" dan mayoritas bermotiv "kesukaan" dibanding aspek "kompetensi" figur akan tetapi potensi "migrasi" pilihan 30% bisa terjadi jika konsolidasi parpol bersifat TSM (tersruktur, sistemik dan massif) dengan isu yang magnitik secara kontekstual.

Di situlah "kunci" PKB. Ke mana PKB berlabuh koalisinya disitu seorang kandidat akan "meluas" basis elektoralnya . Lebih penetratif masuk ke basis basis ideologis PKB. Problemnya jika PKB di pileg 2024 berhasil menembus ambang batas kursi pencalonan dan maju dalam.poros koalisi sendiri tentu makin "buram" untuk dibaca peta politiknya siapa yang akan berpotensi terpilih di pilkada 2024. Itulah politik, "the art off the possible", kata Otto Van Bismoch, bahwa politik tipis batas batas kemungkinannya.

Jadi, tagline Nina "BUPATI DUA PERIODE" bukan jalan mudah tapi berliku. Semata mata dengan asumsi mengandalkan kekuatan "birokratisasi politik" sebagai bupati yang sedang menjabat sebagaimana teori "dilema demokrasi elektoral" model.riset I Nyoman Wiraatmaja, potensial.gagal tanpa "connected" dengan suasana kebatinan publik indramayu. Itulah tantangan elektoral Nina. Juga tantangan kandidat yang lain.

Wassalam. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.