News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

KH. IMAM JAZULI, PKB DAN RAPUHNYA POLITIK INTERNAL NU

KH. IMAM JAZULI, PKB DAN RAPUHNYA POLITIK INTERNAL NU

 


Oleh. : H. Adlan Daie

Penulis buku "Potret politik Gus Muhaimin"


Tulisan update  K.H. Imam Jazuli, pengasuh pesantren "Bina Insan Mulia" Cirebon Jawa Barat berjudul "Rapuhnya Prinsip Kekeluargaan Dan Internal Politik NU" (Disway, 29/6/2022) mengirim pesan betapa sulitnya menyatukan anasir anasir kekuatan internal politik NU menghadapi event kontestasi Pilpres 2024.

KH. Imam Jazuli dalam tulisan tersebut mengkonfirmasi kebenaran pernyataan Gus Yusuf, Ketua DPW PKB Jawa Tengah. "kita ini heran di keluarga kita sendiri kalau ada keluarga kita sendiri punya hajat, punya cita cita besar, direcokin, diganggu. Sementara tetangga justru malah dipuja puja. Aneh di keluarga ini", tuturnya.

Dalam konteks rapuhnya soliditas internal politik NU itulah KH.Imam Jazuli berkesimpulan bahwa "semangat PBNU membangun perdamaian dunia yang digaungkan sejak Muktamar di Lampung terlalu berlebihan". Dengan kata lain, dalam teori "mafhum muwafaqah", ushul fiqih pesantren, visi besar PBNU membangun perdamaian dunia cenderung absurd, tidak "ajeg", tidak berangkat dari prinsip soliditas kekeluargan internal politik NU. Cita cita PBNU di atas ibarat menegakkan benang basah.

Penulis dalam.buku "Potret Politik Gus Muhaimin: Jalan Moderrat Pilpres 2024' telah berulang ulang menjelaskan kemustahilan memisahkan NU dan PKB. PKB adalah wajah politik  NU. Gestur politik PKB adalah 100% gestur poliitik NU, tak dapat digantikan gestur partai politik manapun selain PKB. Mabda siyasyi atau prinsip politik dan orientasi perjuangan politik PKB adalah perjuangan politik NU.  Di sinilah daya ikat kuat relasi historis, ideologis dan  aspiratif antara NU dan PKB. Bukan sekedar tataran konseptual melainkan menyatu dalam alam pikiran warga NU di level akar rumput.

Karena itu, dalam posisinya sebagai ketua umum PKB, pewaris tunggal ideologi politik NU, Gus Muhaimin adalah pertaruhan politik NU dalam kontestasi Pilpres 2024. Kehadiran Gus Muhaimin dalam peta pilpres 2024 tidak boleh dibaca sebagai ambisi "personalisasi politik",  harus dipahami bahwa varian politik santri bukan pengekor partai nasionalis melainkan dalam derajat posisi yang sama "berdiri sama tinggi duduk sama rendah". Politisi "santri" bukan "liga dua" dalam peta politik nasional.

Sayangnya, dalam realisme pragmatis politik terus terang sjumlah elite PBNU sebagaimana dikonstruksi KH. Imam Jazuli dalam tulisannya di atas  lebih senang menjadi "tim sukses"  para "priyayi politik". Mereka coba dinaturalisasi atau dibranding seolah olah "santri". Para elite PBNU - meskipun tidak semua - bukan sekedar menjadi ibarat "daun salam" dalam politik, diserap wanginya dibuang daunnya, lebih dari itu,  bahkan banyak menawarkan diri menjadi "daun salam" untuk pewangi para "priyayi politik". Kekuatan internal politik NU menjadi mudah "ambyaaaaar".

Dalam perspektif itulah KH. Imam Jazuli mencemaskan masa depan kekuatan politik NU. Menurutnya NU Ibarat buih di lautan, banyak bergelombang namun berhamburan dan bercerai berai. Tidak kokoh seperti sebongkah karang, walaupun kecil tapi tahan hantaman gelombang laut. 

Dalam.bagian penutup tulisannya di atas KH. Imam Jazuli menulis dengan nada pertanyaan retoris "Pilpres 2024 akan menjadi batu ujian apakah warga NU memang buih di lautan yang terombang-ambing ke berbagai partai politik, ataukah bongkahan karang yang kokoh tak mudah dipecah belah".

Itulah tanggung jawab sejarah para elite NU hari ini untuk menjawab pertanyaan di atas demi merawat dan menjaga marwah dan martabat NU dalam peta politik nasional.

Wassalam. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.