MENIMBANG DUET PRABOWO - GUS MUHAIMIN DAN ZIG ZAG POLITIKNYA
Oleh. : H. Adlan Daie.
Penulis buku "Potret politik Gus Muhaimin".
Pertemuan Prabowo ("mas Bowo" dalam sapaan Jazilul Fawaid, wakil ketua umum PKB) dengan Gus Muhaimin (18/6/2022) menimbulkan effect pemberitaan dahsyat di sejunlah televisi nasional. Metro TV dalam "talkshow" politik acara "prime time" mengangkatnya menjadi tema diskusi dengan sejumlah.nara sumber yang kredibel di bidangnya. Media media mainstream lain membahasnya dari beragam variabel sudut pandang.
Minimal ada tiga perspektif yang dapat dibaca dari pertemuan dua tokoh politik tersebut hingga menimbulkan.effect pemberitaan yang menarik untuk ditimbang dalam kontestasi pilpres 2024, yaitu :
Pertama, pertemuan Prabowo dan Gus Muhaimin adalah pertemuan dua ketua umum partai berbasis parlemen (memiliki kursi DPR RI). Gabungan jumlah kursi DPR RI dari dua partai yang dipimpin Prabowo dan Gus Muhaimin (78+58 =136 kursi) lebih dari memenuhi syarat ambang batas pencalonan pasangan capres cawapres sebagaimana diamanatkan pasal 222 UU no. 7 tahun 2017 tentang pemilu.
Figur capres dan cawapresnya adalah Prabowo dan Gus Muhaiimin, pemegang "veto player" masing masing partai yang dipimpinya. Di sini clear terkait hal ikhwal syarat pencalonan dan figur pasangan yang hendak dicalonkan. Inilah keistimewaan silmulasi paket Prabowo Gus Muhaimin hingga menjadi magnit thema talkshow politik dan viral di platform media sosial.
Kedua, berdasarkan data survey Center For Indomesian Reform (CIR) bekerja sama dengan.data sight yang dirilis tanggal 12/1/2022 simulasi paket pasangan Prabowo dan Gus Muhaimin sebesar (37,8%) dalam konstruksi tiga pasangan calon. Trend elektoral di atas sangat menjanjikan. Artinya, publik tidak boleh "tertipu" oleh peta survey elektoral capres secara individual melainkan dibaca dalam konteks konektivitas pengaruh "pasangan" calon dan varian koalisi partai pengusungnya sebagaimana amanat regulasi yang mengaturnya.
Ketiga, paket Prabowo Gus Muhaimin adalah paket "Indonesia lahir batin". Prabowo mewakili rumpun "nasionalis" dan Gus Muhaimin mewaliki rumpun "religius" yang lebih luas segmentasi sosialnya dan tidak tumpang tindih melainkan saling melengkapi secara elektoral. Kedua nya adalah persenyawaan politik "jalan tengah" untuk menghindarkan kontestasi pilpres hanya menghasilkan polarisasi politik ekstrim dan membelah secara sosial sebagaimana residu dua kali pilpres terakhir (2014 & 2019).
Tentu penulis menyadari bahwa simulasi paket pasangan di atas hanyalah salah satu opsi yang paling bergemuruh saat ini di ruang publik pasca pertemuan politik Praboowo Gus Muhaimin yang viral di lini media sosial. Gus Muhaimin dalam timbangan penulis sangat fasih menerjemahkan diktum politik lama Otto Van Bismoch "politics is the art off the possible", bahwa politik adalah unlimited varian kemungkinannya. Karena itu mari kita tunggu dinamika kemungkinan "zig zag" politik Gus Muhaimin selanjutnya dalam pencarian format koalisi yang "paling mungkin" dan maslahat untuk bangsa.
Point penting yang hendak digarisbawahi dari tulisan singkat di atas adalah bahwa Gus Muhaimin yang dulu diduga sejumlah pengamat "makin terjepit" ruang politiknya akibat ditutupnya akses relasi PKB dengan PBNU di era ketua umum Gus Yahya saat ini justru makin membenarkan testimoni Gus Yahya tentang Gus Muhaimin bahwa menurut Gus Yahya "muhaimin sulit dimatikan sekencang apapun badai sejarah membanting bantingnya" (terong gosong, 27/10/2021).
Wallahu a'lamu bish showab.