PROYEKSI PETA POLITIK INDRAMAYU 2024 SEBUAH PENGANTAR !
Oleh. : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan.
Pemilu legislatif (Pileg) 2024 dalam konteks Indramayu adalah pemilu transisional dari kemapanan rejim politik partai Golkar selama 20 tahun terakhir ke rejim baru PDIP. Geliat dinamika partai partai tampak lebih kompetitif. Masing masing partai mulai sibuk rekruitmen bakal calon legislatif. Saling klaim target raihan kursi partai makin "sexi" mulai.dari argument dan analisa politik berbasis "bedah" data elektoral hingga argument argument lain yang susah dicari relasinya dalam data dan teori elektoral politik.
Tulisan ini sekedar pengantar singkat dari buku penulis berjudul 'Proyeksi Peta Elektoral Poltik Indramayu 2024" (akan segera terbit ) dalam perspektif data pemilu bahwa pergeseran rejim politik di atas hanyalah salah satu variabel untuk membaca perubahan trend elektoral partai politik di Indramayu dalam proyeksi pileg 2024. Variabel variabel lain harus diletakkan secara integrated dalam konstruksi relasi dan dinamika politik elektoral secara nasional.
Riset data elektoral politik dalam lima kali pileg selama era reformasi menunjukkan bahwa trend elektoral partai di Indramayu secara umum tidak bersifat "otonom". Trend elektoral partai di Indramayu berjalan linier dengan trend naik turunnya elektoral partai tersebut di level nasional. Artinya, pileg bukan even politik bersifat lokal tapi berkait dalam relasi trend elektoral partai secara nasional. Perbedaannya pada level tingkat prosentasi naik dan turunnya tergantung kekuatan "ceruk" dan sumber daya lokal partai.
PDIP(2004) dan PKB (2004 & 2009) bahkan partai Golkar (2014 ) - meskipun penguasa rejim politik di Indramayu - mengalami penurunan elektoral "imbas" secara linier dengan trend penurunan elektoral partai tersebut secara nasional. Sebaliknya lonjakan elektoral parrai Demokrat (2009) dan partai Gerindra (2014 & 2019) di Indramayu saat dua partai tersebut "booming" secara nasional. Inilah rejim pemilu nasional selalu berkorelasi dengan trend naik turunnya partai di level lokal dengan "pengecualian" sangat sedikit.
Hasil survey Litbang "Kompas" terbaru (Pebruari 2022) membenarkan fakta fakta elektoral di atas bahwa sebesar 44, 7% pemilih menentukan pilihannya di pileg atas "kesukaan" pada partai secara seragam dari level DPR RI hingga DPRD dan caleg di dalamnya "sekedar" mendapatkan "berkah" elektoral dari partai. Sebesar 21% karena titik temu "kesukaan" terhadap partai dan unsur calegnya. Pemilih karena unsur caleg - apapun warna partainya - sebesar 20 % terutama pada rumpun pemilih "melek" literasi politik di mana segmentasi pemilihnya bersifat "cair".
Dalam konteks strategi partai variabel lain yang harus dibaca adalah sistem konversi raihan suara menjadi raihan kursi yang menerapkan methode "Bilangan Pembagi Tetap" (BPT) secara ganjil (1.3..5..7. 9). Pasalnya kenaikan elektoral partai di sebuah Dapil belum tentu terkonversi dengan raihan kursi dan sebalikknya penurunan elektoral partai juga belum tentu menjadi sebab "hilangnya" kursi partai. Dalam buku penulis di atas dijelaskan detail simulasi dan kemungkinannya per dapil dengan potret update data surve secara dinamis.
Konstruksi data elektoral dan data survey Litbang "Kompas" di atas hendak menjelaskan bahwa proyeksi pileg 2024 di Indramayu tidak dapat dibaca hanya dengan variabel pergantian rejim politik. Pileg juga bukan kontestasi personal caleg seperti pilihan kepala desa melainkan kontestasi antar partai politik dengan"identitas" politik bawaannya dan basis "ceruk" pemilihnya di mana kompetisi antar caleg adalah unsur upgrading brand partai.
Strategi personalisasi caleg atau bahkan meletakkan caleg di atas brandibg partai tidak akan memberikan "insentif" elektoral secara signifikan terhadap trend elektoral partai. Di sinilah peran dan strategi ketua partai menjadi penting dalam kontestasi pileg 2024.
Wassalam. (*)